Biasanya Teknologi yang dapat menstimulasikan "discovery learning" dan membangunkan proses analitikal dan problem solving, "berbasis-kreativitas pelajarnya" adalah teknologi yang sesederhana mungkin untuk mencapaikan tujuan pembelajarannya. Makin sederhana makin banyak mereka terpaksa menggunakan kreativitas mereka sendiri, maupun berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Misalnya contoh kemarin di mana saya menggunakan botol-botol plastik dengan tiga lobang untuk mengajar teggangan, hambatan dan arus. Listrik memang sulit dilihat, dan daripada menggunakan animasi / film (passive learning) lebih baik menggunakan air di mana mereka dapat melihat hubungannya (RVI) secara alam dan rasain sendiri.
(Pelajarnya Semua Dewasa - Dari Industri)
Maupun "Pembelajaran Berbasis-Kontekstual adalah cara belajar yang paling terkait dengan "dunia nyata" - bukan dunia guru atau dunia virtual! Melihat contoh-contoh di sini:
http://pendidikan.net/pakem.html
Pembelajaran kontekstual tidak hanya untuk anak-anak tetapi dapat dilaksanakan di semua tingkat pendidikan. Di dalam kelas dan di luar kelas oleh task atau project-based learning.
Saya sangat pro-teknologi tetapi saya juga ingin Indonesia menjadi "Smart Country" di mana kita akan sangat kreatif dan kalau suatu hari kita dapat melepaskan diri dari kebudayaan korupsi dan fokus kepada isu-isu yang betul penting terhadap perkembangan dan globalisasi - "kita akan siap".
Misalnya (isu-isu globalisasi) petanian (semua orang di negara mana saja perlu makan), perairan yang mempunyai potensi besar, pariwisata dan banyak industri baru. Manajement sumber daya alam dan bahasa Inggris adalah dua isu yang sangat penting, maupun banyak yang lain.
Yang penting adalah kita kompak untuk membentuk generasi anak-anak oleh pendidikan (yang tidak Berbasis-Asal-Hafal-Saja), yang sebaik mungkin dan terjangkau "sekarang" untuk membangun inovasi dan kreativitas terhadap masa depan supaya kita kompetitif secara global.
Yang sering disebut "banyak pulau dan banyak suku sebagai masalah" sebenarnya ini adalah aset kita yang sangat unik dan dengan manajement yang pandai kita dapat memastikan masa depan yang baik dan sejahtera.
Kita dapat membangun kreativitas oleh pendidik yang kreatif, bukan oleh guru yang dapat menghidupkan teknologi canggih.
Kita sebagai ilmuwan harus mendukung guru-guru dengan teknologi dan kemampuan yang sesuai dengan membangun anak-anak yang kreatif, Appropriate Technology.
Tetapi di luar kelas apa saja yang dapat membantu pembelajaran mereka boleh digunakan (bukan konsern saya) kecuali kita sangat perlu meningkatkan kebiasaan baca dan kemampuan menggunakan sumber-sumber yang mana saja sesuai dengan life-long learning.
http://pendidikan.net/perpustakaan.html
Tetapi mohon jangan makan anggaran pendidikan untuk membuat fasilitas untuk sekolah-sekolah yang sudah kaya sambil ada puluhan ribu sekolah lain yang rusak.
Rahasia, shhh.... Di sekolah yang baik, kalau semua teknologi canggih dicabut masih tetap baik. Tetapi kalau tidak ada atap tidak dapat berjalan. (Rahasianya adalah gurunya baik).
Kita memang Technologists tetapi kita harus tetap Humanists yang berjuang untuk pendidikan bermutu untuk semua.
Phillip Rekdale
Education Network Indonesia: http://Pendidikan.Net
SARAN DARI LAPANGAN
@Mulya- Dado -Nanda Hariandja - Re: "sayangnya pemahaman kebanyakan insan pembelajar mengenai tekologi baru sebatas tools, komputer, atau perangkat lain yang baru"
Phillip Rekdale;
Ya betul, "sayang"! Sepertinya lupa prinsip dasarnya TP yaitu kita menggunakan TP untuk membantu mengatasi isu bahwa pelajar-pelajar kita mempunyai banyak "cognitive style" masing-masing yang berbeda. Walapun program komputer disebut multi-media sebetulnya untuk belajar itu hanya satu media di mana kita 'belajar di depan layar dan berkomunikasi oleh jari' (Kelihatannya sangat tidak manusiawi, kan?).
(Ref: "manusiawi" - "bersifat manusia" Kamus Besar Depdiknas Ed Ke3)
Saya sendiri belajar paling cepat di dalam kelompok di mana kami dapat membahas dan bertanya mengenai topik dan menerima feedback secara langsung yang tidak terbatas oleh program. Saya sendiri kaget waktu saya mendengar dari banyak kolega (pada awal tahun 90an) bahwa komputer akan menjadi medium belajar masa depan. Tetapi akhirnya guru-guru di lapangan yang bertanggungjawab dan "konsern dengan pembelajaran yang bermutu" masih menggunakan teknologi yang sesuai dengan mengajakkan pelajar aktif dalam pembelajaran - Appropriate Technology.
http://www.upcsinstitute.org/UPCSDesign/
Aktif itu bukan menggunakan jari untuk ikut pembelajaran yang diatur, tetapi di mama mereka dapat menggunakan otaknya (engage their brain) dan menikmat self-expression dan menhidupkan kreativitasnya yang dihargai. Sebabnya saya paling tidak suka programmed learning adalah pelajar yang kreatif tidak mempunyai kesempatan untuk menyampaikan kreativitas mereka dalam pembelajaran dan akhirnya terpaksa "ikut arus" atau dinilai salah. Itu sebab utama (ada banyak lagi) saya sebut programmed learning dapat membunuh kreativitas. (Berbasis-Asal-Hafal-Saja)
Semua teknologi dapat mempunyai peran dalam pembelajaran tetapi "yang mana dipakai tetap harus pilihan guru masing-masing sesuai dengan yang mereka percaya adalah yang paling efektif, bukan yang dipaksakan oleh teknokrat (yang kadang-kadang mempunyai tujuan politikal). Kebanyakan guru di seluruh dunia masih menyampaikan pendidikan setiap hari yang sangat bermutu lewat papan tulis dan teknologi yang sangat sederhana (walapun banyak sekolah mempunyai teknologi canggih).
Teknologi hanya sebagai medium, itu manajemen proses pembelajaran oleh guru yang kreatif yang membuat pembelajaran efektif atau tidak.
Saya sangat konsern kemarin karena dalam program pelatihan guru pesertanya sebut bahwa mereka "disuruh menggunakan TIK (ICT) dalam melaksanakan pembelajaran di sekolah mereka".
Wooo..... Na ini betul bahaya!
Apakah Ini adalah indikator bahwa atasan mereka kurang paham prinsip-prinsip bahwa TP adalah "beberapa macam alat yang mungkin dapat membantu pembelajaran" yang dipilih sesuai dengan kebutuhan guru dan berbasis-pedagogi, bukan kebijakan?.
Sebaiknya guru-guru belajar mengenai TIK dan aplikasinya tetapi itu "guru" yang harus memilih teknologi yang paling efektif untuk pelajar mereka. Apalagi di Indonesia di mana kebanyakan sekolah belum mempunyai cukup fasilitas dasar, bagaimana guru di sekolah-sekolah begini dapat menggunakan TIK untuk mengajar kalau tidak ada?.
"Sekarang Satu Komputer Untuk 2.000 Siswa"
Salam Teknologi Pendidikan
Phillip Rekdale
Jakarta 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar